Kau!


Kau tak bisa berhenti,
tak bisa mundur,
tak bisa kompromi,
tak bisa berbohong,
tak bisa melangkah lebih cepat,
tak bisa berjalan lebih lambat.
Apa yang bisa kau lakukan?
Terus berjalan,
hanya berjalan?
Ya, hanya itu yang bisa kau lakukan
Tetapi mengapa kau begitu menakjubkan?
Tak ada yang bisa mengubah siang menjadi malam,
panas menjadi hujan,
bunga menjadi buah,
ulat menjadi kupu-kupu,
bayi menjadi dewasa
kecuali kau…

kau tak tahu bagaimana prinsip tawar menawar
tak tahu apa yang nanti akan terjadi
tak tahu berapa jumlah orang yang memohon dirinya berhenti
tak tahu kapan ia mulai dan kapan ia akan berakhir
tak tahu siapa dirimu
kau-pun tak tahu dirimu berharga
Kau tak bisa melakukan apa-apa!
Kau tak tahu apapun!
Yang kau tahu hanya terus berjalan,
dan menyaksikan plot sandiwara
Kau! Waktu!
Kau berjalan…
Terus berjalan…
Hanya bisa berjalan…

Kenapa kau menjadi penentu segalanya?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

dari diri, tentang diri…


Hilyatul Aulia, begitu nama yang diberikan orang tua saya. ‘Aulia’ sebagai kata terakhir, menjadi rangkaian aksara yang biasa diucapkan orang-orang mewakili dua kata lengkapnya, sebagai sebutan pembeda untuk saya dari manusia manusia lainnya. Orang tua saya sangat yakin bahwa akte kelahiran yang saya miliki tidak ada kesalahan, karena mereka saksi hidup yang menyambut saya pertama kali menghirup udara dunia di bumi, Indonesia pada tanggal 29 Oktober 1992 tepatnya di atas tanah berlisensi ibu kota Provinsi Sumatera Selatan-Palembang. Sejak saat itu saya hidup dan besar di kota Palembang sebagai salah satu penghuni tetap rumah ayah-ibu saya—Jln. Sekip Kebun Semai no.403 RT07 RW03 kelurahan sekip jaya kecamatan kemuning—dengan jabatan anak kandung.
Wanita hebat yang melahirkan dan merawat saya bernama Rahmawati dan laki laki bijaksana yang menafkahi kehidupan saya hingga detik ini benama Sulaiman. Dua orang itu sangat berharga melebihi apapun di dunia ini. Terlepas bagaimana tingkat kebanggaan mereka memiliki saya, tapi saya sangat bangga bergelar sebagai anak perempuan mereka. Tidak banyak kata yang bisa saya deskripsikan tentang mereka atau untuk mereka, hanya saja saya harus membahagiakan mereka, mengukir senyum bangga dibibir mereka—walaupun saya tahu itu tak sebanding, namun setidaknya bisa membantu menyeka keringat pengorbanan mereka. Satu kakak laki-laki saya dan dua adik saya juga berada di tingkat terpenting di dalam hati ini. Karena mereka, dengan mereka, dan untuk mereka, saya hidup di dunia ini.
Saya dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan rasa kebahagiaan terbukti dengan riwayat pendidikan pertama saya adalah Taman Kanak-kanak Kartika II-4. Sangat berkesan memori ketika itu, karena walaupun saya pergi sekolah dengan tangisan, guru-guru disana tetap mengajarkan bagaimana cara bergembira dan mengganti tangis itu dengan tawa bahagia. Setelah diajarkan bagaimana berbahagia maka undakan pertama yang diantarkan ibu saya sebagai dasar mencapai sukses dan bahagia itu adalah dengan menuntun saya ke pintu gerbang Sekolah Dasar Kartika II-2. Jenjang ini ,memperkenalkan untuk pertama kalinya, bahwa dunia menuntut tanggung jawab saya sebagai manusia untuk menjadi khalifah mahluk Allah lainnya, dengan ilmu.
Sekolah Menengah Pertama Negeri 9 Palembang letaknya tak jauh dari sekolah dasar dan rumah saya. Tak kalah menariknya dengan peninggalan kenangan indah bersama masa remaja awal yang juga membawa mata ini melihat, bahwa dunia memperkenalkan kemelut rumit tentang ‘hati’ dan ‘perasaan’(eciiiiyeeee). Sembilan tahun menempuh pendidikan, ternyata semua itu baru jenjang pendahuluan. Terlalu awal untuk merasa telah mengerti dunia. Lihatlah masa selanjutnya, Sekolah Menengah Atas Negeri 17 Palembang dan alur kehidupan ketika itu, menyajikan beberapa tantangan mengejutkan, persoalan yang diluar jalan pikiran logis bahkan tak jarang mengandung unsur magis, juga hidangan beberapa pilihan yang menuntut keputusan dengan bumbu sedap berupa pertimbangan matang.
Di jenjang tempat saya berada saat ini, saya bergelar mahasiswa di provinsi yang berbeda dari 18 tahun kehidupan sebelumnya. Sumatera Barat-Padang, kota asing tanpa seorangpun saudara sedarah dengan saya. Tak terasa sampai saat dituliskannya prosa ini, hampir dua tahun kehidupan saya berjalan dengan penuh pasang surut tantangan spesial khas kota ini. Fakultas farmasi Universitas Andalas dengan berbagai sistem tradisinya-pun menjadi wadah pas unduk mengaduk-aduk kedewasaan saya menangani dunia yang ternyata ada karena berbeda. Skenario hidup saya terasa berada di ambang terakhir bagian pengenalan dan hampir memasuki pintu gerbang klimaks ketika berada di posisi seperti sekarang ini. Masa ini merupakan masa pembangunan karakter, pengembangan potensi, penguatan jati diri, dan pendewasaan serta penyesuaian diri menuju jenjang sandiwara dunia berikutnya yang entah akan menyajikan apa. Kesimpulan sementara, saya akan terus mengikuti kata hati kecil saya, memilih sesuai dengan prinsip saya, memutuskan dengan batuan kelogisan berpikir otak saya, untuk mendapatkan berbagai wadah simulasi pengasah kedewasaan menghadapi dunia agar bahagia berada di dalamnya.
Pernah dengar suatu pepatah ’orang lain lebih kenal anda dibandingkan diri anda sendiri’ ? Tidak bisa dipungkiri pepatah itu ada benarnya, karena tak lain dan tak bukan yang menilai diri kita adalah orang lain. Di sisi yang berbeda ada pula pepatah yang seolah berlawanan dengan pepatah yang saya nyatakan sebelumnya; ‘yang mengetahui diri anda itu hanya diri anda sendiri’. Tidak bisa juga menyatakan pepatah yang terakhir itu salah karena semua proses yang kita lakukan tidak semuanya diketahui oleh orang lain melainkan diri sendiri dan Tuhan.
Sebatas saya mengenal diri saya sendiri inilah deskripsi tentang diri saya. Saya seorang dengan pribadi hangat dan sangat periang, suka bercanda, namun juga pendengar dan penasehat yang baik. Dari beberapa kepanitiaan yang saya lakoni saya menyimpulkan diri saya sebagai tipe orang yang belum bisa tenang sebelum tugas dan tanggung jawab saya selesai, oleh karena itu saya total dan fokus dalam menjalankan apa yang telah diputuskan menjadi pilihan saya. Cukup kreatif dalam waktu pemikiran yang tidak instan dan sebentar. Dalam belajar dan bekerja terbiasa jujur dan tidak menyukai, tidak mau, serta tidak bisa melakukan kelicikan, karena seperti itulah lingkungan terdekat saya mendidik saya.
Disamping seluruh tingkah positif saya, saya juga dalam masa perbaikan terhadap beberapa kekurangan saya. Saya merupakan orang yang kurang peka terhadap lingkungan, tidak terlalu peduli apa yang dilakukan orang lain namun termasuk sensitif dan mudah tersinggung apabila disindir secara halus, oleh karena itu saya selalu berusaha menghindari kemungkinan orang lain menyindir saya dengan bertindak pada jalan yang normal pada segi memperlakukan orang lain. Saya termasuk salah satu orang yang kurang terbuka dalam masalah pribadi yang sedang dihadapi, dan untuk saat ini belum cukup dewasa untuk menyembunyikan ketidaksukaan saya terhadap sesuatu, biasanya saya blak-blakan secara tingkah laku ataupun ekspresi bila tidak menyukai sesuatu ataupun sikap seseorang.
Masih banyak kekurangan yang saya miliki oleh karena itu ketika anda mengenal saya, nilai saya dan beritahukan kelemahan saya. Mohon  bantuan anda untuk meng-upgrade karakter saya menjadi insan yang lebih baik. Terlepas dari masalah kekurangan, tidak menutup kemungkinan pula masih banyak potensi positif saya yang belum saya ketahui. Baru sampai seperti ini saya mengenal siapa diri saya. Beritahu saya selanjutnya karena memang pada hakikatnya anda yang menilai saya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Siang


Selaput kusut yang lembut...
Satu kesan pertama penggambar benda
bak torehan cat putih,
dalam biru terang kanvas cakrawala
.
Seakan empuk,
terkesan halus,
terdeskrip lunak,
tercap suci,
terikat harmoni,
bertaut cemerlang terang corak bersih.

Mewakili interpretasi penunjuk kondisi cuaca atap jagat
akan naungan kelabu untuk mendung
atau kilau putih untuk cerah.

Ia tampak lincah seolah bernyawa
bergerak semu di wujud tipu
yang layaknya kembang gula besar
terbang melayang jalang tanpa tujuan pasti
namun dengan berjuta implikasi impresi elok yang hakiki.
Tercipta untuk empat abjad yang tercakap...
—awan.

Hari sudah siang…
Meski tersebar liar dengan anatomi lebar
puan awan masih enggan menutup Yang Mulia Surya

Yang Mulia yang berada pada masa kuasanya
Bertahta dengan angkuh
partikel bebas panas
melengking kuning
berbulir sengat hangat.

Membiarkan ciprat zat sengatnya
menuju permukaan ‘si penurut’ bumi
—yang nihil memberontak atau menggeliat,
melawan atau protes,
atas tetes tiap keringat penghuni dan pemijaknya
seiring semakin deras mengalir.

Hari sudah siang…
Si malang bumi tersiksa dengan nelangsa yang jelas terasa.
Terbalik dengan awan yang girang dalam silah lincahnya,
Penat…
Peluh…
Keluh…
Rusuh…
mulai menggermuruh,
pada tiap nurani jasmani semua makhluk hidup tersempurna.



Hari sudah siang…
Mencekik…
Menukik…
Mengusik…
dan menarik kata nyaman dan senang,
jauh dari batin.
Sekilas merampas lepas
deras arus semangat dan bahagia,
Mengulas tangkas,
penetasan jentik jentik baru pembangkit rasa tentram,

Hari sudah siang…
Marah, terbelah
Jerkah, merekah
Bertumpah
ruah …

Hari sudah siang…
Mengiring intervensi
Keresahan…
Kemarahan…
Kerisihan…
dan keberingasan…
dalam profesi statis suatu titik jenuh
Kelelahan


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments