dari diri, tentang diri…
Hilyatul Aulia,
begitu nama yang diberikan orang tua saya. ‘Aulia’ sebagai kata terakhir,
menjadi rangkaian aksara yang biasa diucapkan orang-orang mewakili dua kata
lengkapnya, sebagai sebutan pembeda untuk saya dari manusia manusia lainnya. Orang
tua saya sangat yakin bahwa akte kelahiran yang saya miliki tidak ada
kesalahan, karena mereka saksi hidup yang menyambut saya pertama kali menghirup
udara dunia di bumi, Indonesia pada tanggal 29 Oktober 1992 tepatnya di atas tanah
berlisensi ibu kota Provinsi Sumatera Selatan-Palembang. Sejak saat itu saya
hidup dan besar di kota Palembang sebagai salah satu penghuni tetap rumah ayah-ibu
saya—Jln. Sekip Kebun Semai no.403 RT07 RW03 kelurahan sekip jaya kecamatan
kemuning—dengan jabatan anak kandung.
Wanita hebat
yang melahirkan dan merawat saya bernama Rahmawati dan laki laki bijaksana yang
menafkahi kehidupan saya hingga detik ini benama Sulaiman. Dua orang itu sangat
berharga melebihi apapun di dunia ini. Terlepas bagaimana tingkat kebanggaan
mereka memiliki saya, tapi saya sangat bangga bergelar sebagai anak perempuan
mereka. Tidak banyak kata yang bisa saya deskripsikan tentang mereka atau untuk
mereka, hanya saja saya harus membahagiakan mereka, mengukir senyum bangga
dibibir mereka—walaupun saya tahu itu tak sebanding, namun setidaknya bisa
membantu menyeka keringat pengorbanan mereka. Satu kakak laki-laki saya dan dua
adik saya juga berada di tingkat terpenting di dalam hati ini. Karena mereka,
dengan mereka, dan untuk mereka, saya hidup di dunia ini.
Saya dibesarkan
dengan penuh kasih sayang dan rasa kebahagiaan terbukti dengan riwayat
pendidikan pertama saya adalah Taman Kanak-kanak Kartika II-4. Sangat berkesan
memori ketika itu, karena walaupun saya pergi sekolah dengan tangisan,
guru-guru disana tetap mengajarkan bagaimana cara bergembira dan mengganti
tangis itu dengan tawa bahagia. Setelah diajarkan bagaimana berbahagia maka
undakan pertama yang diantarkan ibu saya sebagai dasar mencapai sukses dan
bahagia itu adalah dengan menuntun saya ke pintu gerbang Sekolah Dasar Kartika
II-2. Jenjang ini ,memperkenalkan untuk pertama kalinya, bahwa dunia menuntut
tanggung jawab saya sebagai manusia untuk menjadi khalifah mahluk Allah
lainnya, dengan ilmu.
Sekolah Menengah
Pertama Negeri 9 Palembang letaknya tak jauh dari sekolah dasar dan rumah saya.
Tak kalah menariknya dengan peninggalan kenangan indah bersama masa remaja awal
yang juga membawa mata ini melihat, bahwa dunia memperkenalkan kemelut rumit
tentang ‘hati’ dan ‘perasaan’(eciiiiyeeee). Sembilan tahun menempuh pendidikan,
ternyata semua itu baru jenjang pendahuluan. Terlalu awal untuk merasa telah
mengerti dunia. Lihatlah masa selanjutnya, Sekolah Menengah Atas Negeri 17
Palembang dan alur kehidupan ketika itu, menyajikan beberapa tantangan
mengejutkan, persoalan yang diluar jalan pikiran logis bahkan tak jarang
mengandung unsur magis, juga hidangan beberapa pilihan yang menuntut keputusan
dengan bumbu sedap berupa pertimbangan matang.
Di jenjang
tempat saya berada saat ini, saya bergelar mahasiswa di provinsi yang berbeda
dari 18 tahun kehidupan sebelumnya. Sumatera Barat-Padang, kota asing tanpa
seorangpun saudara sedarah dengan saya. Tak terasa sampai saat dituliskannya
prosa ini, hampir dua tahun kehidupan saya berjalan dengan penuh pasang surut
tantangan spesial khas kota ini. Fakultas farmasi Universitas Andalas dengan
berbagai sistem tradisinya-pun menjadi wadah pas unduk mengaduk-aduk kedewasaan
saya menangani dunia yang ternyata ada karena berbeda. Skenario hidup saya terasa
berada di ambang terakhir bagian pengenalan dan hampir memasuki pintu gerbang
klimaks ketika berada di posisi seperti sekarang ini. Masa ini merupakan masa
pembangunan karakter, pengembangan potensi, penguatan jati diri, dan
pendewasaan serta penyesuaian diri menuju jenjang sandiwara dunia berikutnya
yang entah akan menyajikan apa. Kesimpulan sementara, saya akan terus mengikuti
kata hati kecil saya, memilih sesuai dengan prinsip saya, memutuskan dengan
batuan kelogisan berpikir otak saya, untuk mendapatkan berbagai wadah simulasi
pengasah kedewasaan menghadapi dunia agar bahagia berada di dalamnya.
Pernah dengar
suatu pepatah ’orang lain lebih kenal anda dibandingkan diri anda sendiri’ ?
Tidak bisa dipungkiri pepatah itu ada benarnya, karena tak lain dan tak bukan
yang menilai diri kita adalah orang lain. Di sisi yang berbeda ada pula pepatah
yang seolah berlawanan dengan pepatah yang saya nyatakan sebelumnya; ‘yang
mengetahui diri anda itu hanya diri anda sendiri’. Tidak bisa juga menyatakan
pepatah yang terakhir itu salah karena semua proses yang kita lakukan tidak
semuanya diketahui oleh orang lain melainkan diri sendiri dan Tuhan.
Sebatas saya
mengenal diri saya sendiri inilah deskripsi tentang diri saya. Saya seorang
dengan pribadi hangat dan sangat periang, suka bercanda, namun juga pendengar
dan penasehat yang baik. Dari beberapa kepanitiaan yang saya lakoni saya
menyimpulkan diri saya sebagai tipe orang yang belum bisa tenang sebelum tugas
dan tanggung jawab saya selesai, oleh karena itu saya total dan fokus dalam
menjalankan apa yang telah diputuskan menjadi pilihan saya. Cukup kreatif dalam
waktu pemikiran yang tidak instan dan sebentar. Dalam belajar dan bekerja
terbiasa jujur dan tidak menyukai, tidak mau, serta tidak bisa melakukan
kelicikan, karena seperti itulah lingkungan terdekat saya mendidik saya.
Disamping
seluruh tingkah positif saya, saya juga dalam masa perbaikan terhadap beberapa
kekurangan saya. Saya merupakan orang yang kurang peka terhadap lingkungan,
tidak terlalu peduli apa yang dilakukan orang lain namun termasuk sensitif dan
mudah tersinggung apabila disindir secara halus, oleh karena itu saya selalu
berusaha menghindari kemungkinan orang lain menyindir saya dengan bertindak
pada jalan yang normal pada segi memperlakukan orang lain. Saya termasuk salah
satu orang yang kurang terbuka dalam masalah pribadi yang sedang dihadapi, dan
untuk saat ini belum cukup dewasa untuk menyembunyikan ketidaksukaan saya
terhadap sesuatu, biasanya saya blak-blakan secara tingkah laku ataupun ekspresi
bila tidak menyukai sesuatu ataupun sikap seseorang.
Masih banyak
kekurangan yang saya miliki oleh karena itu ketika anda mengenal saya, nilai
saya dan beritahukan kelemahan saya. Mohon
bantuan anda untuk meng-upgrade karakter
saya menjadi insan yang lebih baik. Terlepas dari masalah kekurangan, tidak
menutup kemungkinan pula masih banyak potensi positif saya yang belum saya
ketahui. Baru sampai seperti ini saya mengenal siapa diri saya. Beritahu saya
selanjutnya karena memang pada hakikatnya anda yang menilai saya.
0 komentar:
Posting Komentar