Siang
Selaput kusut yang lembut...
Satu kesan pertama penggambar
benda
bak torehan cat putih,
dalam biru terang kanvas
cakrawala
.
Seakan
empuk,
terkesan
halus,
terdeskrip
lunak,
tercap
suci,
terikat
harmoni,
bertaut
cemerlang terang corak bersih.
Mewakili interpretasi penunjuk
kondisi cuaca atap jagat
akan naungan kelabu untuk mendung
atau kilau putih untuk cerah.
Ia
tampak lincah seolah bernyawa
bergerak
semu di wujud tipu
yang
layaknya kembang gula besar
terbang
melayang jalang tanpa tujuan pasti
namun
dengan berjuta implikasi impresi elok yang hakiki.
Tercipta
untuk empat abjad yang tercakap...
—awan.
Hari sudah siang…
Meski tersebar liar dengan
anatomi lebar
puan awan masih enggan menutup
Yang Mulia Surya
Yang
Mulia yang berada pada masa kuasanya
Bertahta
dengan angkuh
partikel
bebas panas
melengking
kuning
berbulir
sengat hangat.
Membiarkan ciprat zat sengatnya
menuju permukaan ‘si penurut’
bumi
—yang nihil memberontak atau
menggeliat,
melawan atau protes,
atas tetes tiap keringat penghuni
dan pemijaknya
seiring semakin deras mengalir.
Hari sudah
siang…
Si malang bumi
tersiksa dengan nelangsa yang jelas terasa.
Terbalik dengan
awan yang girang dalam silah lincahnya,
Penat…
Peluh…
Keluh…
Rusuh…
mulai
menggermuruh,
pada tiap nurani
jasmani semua makhluk hidup tersempurna.
Hari sudah siang…
Mencekik…
Menukik…
Mengusik…
dan menarik kata nyaman dan
senang,
jauh dari batin.
Sekilas merampas
lepas
deras arus
semangat dan bahagia,
Mengulas tangkas,
penetasan jentik
jentik baru pembangkit rasa tentram,
Hari sudah siang…
Marah, terbelah
Jerkah, merekah
Bertumpah
ruah …
Hari sudah
siang…
Mengiring intervensi
Keresahan…
Kemarahan…
Kerisihan…
dan keberingasan…
dalam profesi statis
suatu titik jenuh
Kelelahan
0 komentar:
Posting Komentar